Beranda | Artikel
Makanan dan Minuman Rasulullah Saat Berbuka dan Sahur
Sabtu, 16 April 2016

MAKANAN DAN MINUMAN YANG DISANTAP OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM PADA SAAT BERBUKA DAN MAKAN SAHUR 

Pertanyaan
Saya telah memulai menulis beberapa hal yang berkaitan dengan bulan puasa di media sosial face book dan twitter, ada dua masalah yang ingin saya pastikan: Saya telah mendengar bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyuruh kita untuk memakan kurma dengan ganjil pada saat berbuka, benarkah ?, dan berapa butir ?, makanan dan minuman apakah yang biasa dimakan oleh beliau pada waktu sahur dan ifthar pada bulan Ramadhan ?, yang saya ketahui bahwa beliau memakan sya’ir (gandum), kurma dan meminum air, kemudian apa lagi?, saya mohon disebutkan disertai dengan dalil.

Jawaban
Alhamdulillah.

Pertama: Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk memulai iftharnya dengan ruthab (kurma setengah matang), kalau tidak ada maka dengan kurma dan kalau tidak ada maka dengan air putih.

Hal itu telah ditetapkan sesuai dengan perbuatan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-

Abu Daud (2356) dan Tirmidzi (696) telah meriwayatkan dari Anas –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ ” وصححه الألباني في “صحيح أبي داود” .

Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berbuka dengan beberapa ruthab sebelum shalat, jika tidak ada ruthab maka dengan beberapa kurma dan jika tidak ada juga maka meneguk beberapa tegukan air”. [Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Abu Daud]

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata:
“Dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berbuka dengan ruthab atau kurma atau dengan air adalah anjuran yang lembut sekali; karena puasa itu mengosongkan lambung dari asupan gizi, maka hati tidak mendapatkan serapan untuk kemudian dikirim menjadi energi dan fitalitas. Rasa manis itu yang paling cepat sampai ke hati dan yang paling disukainya, apalagi jika cenderung basah, maka akan cepat diserap maka ia akan langsung menerimanya dan menjadi energi, kalau tidak ada maka dengan kurma karena manis dan gizinya, dan kalau tidak ada maka beberapa teguk air yang akan menetralkan panasnya lambung dan panasnya puasa, maka setelah itu akan siap menerima makanan dengan lahap”. [Zaadul Ma’ad: 4/287]

Kedua: Tidak ditetapkan riwayatnya di dalam sunnah bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berbuka dengan ruthab atau kurma dengan jumlah yang ganjil. Maka seorang muslim dalam rangka mengikuti sunnah agar berbuka dengan ruthab atau kurma tanpa perlu menghitungnya.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:
“Tidak ada kewajiban –bahkan bukan termasuk sunnah- bahwa seseorang berbuka dengan jumlah ganjil: 3, 5, 7 atau 9 kecuali pada hari raya idul fitri telah ditetapkan riwayatnya bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak beranjak menuju tempat shalat pada hari raya idul fitri sampai beliau memakan beberapa butir kurma dengan jumlah yang ganjil. Selain dari pada itu maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak bermaksud memakan kurma dengan jumlah yang ganjil”. (Fatawa Nur ‘Ala Darb: 11/2) sesuai dengan penomoran di Maktabah Syamilah.

Adapun hadits Anas, bahwa dia berkata:

” كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يُفْطِرَ عَلَى ثَلَاثِ تَمَرَاتٍ ، أَوْ شَيْءٍ لَمْ تُصِبْهُ النَّارُ ” فرواه أبو يعلى (3305) ، فهو حديث ضعيف لا يثبت ، انظر : “الضعيفة” للألباني (966) .

Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyukai untuk berbuka dengan tiga kurma atau dengan sesuatu yang tidak tersentuh oleh api (tidak dimasak)”. [HR. Abu Ya’la: 3305, hadits ini dha’if tidak bisa dipastikan] Baca juga Ad Dha’ifah karya Albani: 966.

Ada sebagian ulama yang mensunnahkan bilangan ganjil dalam segala hal, Syekh Sholeh Al Fauzan –hafidzahullah- pernah ditanya:
“Apakah bilangan ganjil itu berlaku pada semua hal yang mubah, seperti minum kopi atau yang lainnya atau hanya pada sesuatu yang ada dalilnya saja ?”

Syeikh menjawab yang intinya:
“Semua perbuatan dan perkataan dilakukan dengan ganjil, ini menjadi bagian dari sunnah”.

Syeikh Abdul Karim Al Khudhair –hafidzahullah- pernah ditanya:
“Apakah beribadah kepada Allah dengan jumlah yang ganjil dalam hal makan, minum dan lainnya ?”

Beliau menjawab:
“Ya memang demikian, jika seorang muslim makan kurma maka dengan jumlah tiga biji, tujuh dan berjumlah ganjil; karena Allah menyukai yang ganjil”.

Abdur Razzaq (5/498) telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ ، قَالَ أَيُّوبُ: ” فَكَانَ ابْنُ سِيرِينَ يَسْتَحِبُّ الْوِتْرَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ، حَتَّى لَيَأْكُلَ وِتْرًا ” وهذا إسناد صحيح 

Sesungguhnya Allah adalah ganjil dan menyukai yang ganjil”. Ayyub berkata: “Maka Ibnu Sirin menyukai yang ganjil dalam semua hal, bahkan dalam hal makan beliau lakukan dengan bilangan ganjil”. [Riwayat ini sanadnya shahih]

Masalah ini sangat luas in syaa Allah, hanya saja tidak ada riwayatnya –sepanjang pengetahuan kami- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berusaha untuk berbuka dengan ruthab dan kurma dengan ganjil, bahwa para ulama mengatakan hal itu dari sisi ijtihad saja.

Ketiga: Bahwa petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hal makan –dalam kondisi puasa atau berbuka- adalah petunjuk yang disengaja, tidak ada unsur berlebihan dan menyia-nyiakan –sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah-, tidak ada sedikitpun obsesi beliau untuk makan, akan tetapi makanan itu hanya agar mampu menegakkan tulang punggungnya.

Tidak ada dalam diri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hal makan kebiasaan yang perlu diikuti dan tidak boleh dilanggar, atau dengan rincian tertentu yang selalu beliau lakukan, akan tetapi keadaan yang sebenarnya adalah jika beliau mendapatkan makanan yang disukainya, beliau makan dan jika tidak maka beliau diam, atau jika beliau mendapatkan makanan yang tidak disukainya, beliau tidak memakannya atau bahkan berpuasa.

Beliau tidak pernah mencela makanan sama sekali.

Beliau juga pernah makan daging, roti, minyak, madu, susu dan lain sebagainya yang memudahkan bagi beliau.

Dan bahkan ada kemungkinan bahwa beliau dan keluarganya melewati satu bulan atau lebih tidak mempunyai makanan kecuali kurma dan air.

Dan ada kemungkinannya beliau bersama tamunya keliling ke rumah istri-istri beliau dan tidak mendapatkan kecuali air saja.

Karena obsesi beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya adalah yang berkaitan dengan masalah akhirat dan agama.

Maksudnya adalah:
Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu memakan makanan yang ada pada keluarganya atau apa yang dihadiahkan kepada beliau dari para sahabat dan tetangga beliau, tanpa menentukan makanan tertentu atau hadiah tertentu, hanya saja beliau menjadikan pertama kali untuk berbuka adalah ruthab atau kurma, jika tidak ada maka beliau berbuka dengan air, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Demikian juga makan sahurnya beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan beberapa suap saja, hanya untuk menegakkan punggungnya dan beliau tidaklah menginginkan makanan tertentu untuk makan sahur, kecuali kurma; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memujinya dalam sabdanya:

 نِعْمَ سَحُورُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ رواه أبو داود (2345) وصححه الألباني في “صحيح أبي داود”

Sebaik-baik makanan sahurnya orang mukmin adalah kurma”. [HR. Abu Daud: 2345 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Abu Daud]

Wallahu A’lam.

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4658-makanan-dan-minuman-rasulullah-saat-berbuka-dan-sahur.html